2.2 Sulfur
pada Batubara
Sulfur merupakan zat pencemar, maka dengan adanya sulfur
yang tinggi pada batubara sangatlah tidak dikehendaki. Sulfur yang terdapat dalam
batubara dibedakan menjadi dua yaitu dalam bentuk senyawa anorganik dan senyawa
organik. Kelimpahan, distribusi dan genesa pembentukan sulfur batubara merupakan
sesuatu yang penting karena oksidasi sulfur pada pembakaran batubara merupakan
sumber utama hujan asam (Chou, 1997 dalam Dai, 2003). Belerang dalam bentuk senyawa
anorganik dapat dijumpai dalam bentuk mineral pirit (FeS2 bentuk kristal kubus), markasit (FeS2 bentuk kristal orthorombik), atau dalam bentuk sulfat
(Kuhn, 1977).
Sulfur telah bergabung dalam endapan batubara
sejak batubara
tersebut masih
dalam
bentuk endapan
gambut. Umumnya sulfur dalam batubara
terdapat sebagai sulfur syngenetik yang erat hubungannya dengan proses
fisika dan kimia
selama proses penggambutan dan
dapat
juga sebagai
sulfur
epigenetik yang dapat diamati sebagai pirit pengisi cleat pada batubara akibat proses
presipitasi kimia pada
akhir proses pembatubaraan (Renton and Bird, 1991 dalam
Holuszko et al, 1992).
Mineral
pirit dan markasit sangat umum terbentuk pada kondisi sedimentasi rawa
(reduktif). Selain mineral pirit dan markasit, mineral lempung juga merupakan
mineral utama yang ada pada batubara (Yossifova et al, 2011).
Komponen mineral dalam
batubara yang diklasifikasikan menurut asal sulfur batubara (Stach et al, 1975 dalam Widodo et al, 2010):
1. a. Mineral
dari tanaman pembentuknya
b. Mineral yang terbentuk selama tahap pertama pada proses pembatubaraan (coalification) yang terbentuk akibat pengaruh oleh air dan angin pada lapisan deposit batubara
c. Mineral terdepositkan selama fase kedua pada proses pembatubaraan (coalification) setelah proses pemadatan yang diakibatkan oleh kenaikan dan penurunan larutan dalam rekahan-rekahan, rongga atau pori yang disebabkan oleh proses alterasi atau perubahan deposit utama mineral.
b. Mineral yang terbentuk selama tahap pertama pada proses pembatubaraan (coalification) yang terbentuk akibat pengaruh oleh air dan angin pada lapisan deposit batubara
c. Mineral terdepositkan selama fase kedua pada proses pembatubaraan (coalification) setelah proses pemadatan yang diakibatkan oleh kenaikan dan penurunan larutan dalam rekahan-rekahan, rongga atau pori yang disebabkan oleh proses alterasi atau perubahan deposit utama mineral.
2.2.1 Genesa Sulfur
Kandungan sulfur dalam
batubara dikontrol oleh kondisi geologi selama pembentukan batubara. Ada dua
sumber utama dari sulfur pada batubara yaitu berasal dari tanaman asal dan
sulfat dalam air laut yang menggenangi rawa gambut. Bentuk-bentuk sulfur dalam
gambut, hubungan stratigrafi, geokimia isotop sulfur dan kelimpahan unsur jejak
(trace element) menunjukkan bahwa
sulfur dalam tanaman asal adalah sumber utama dari sulfur pada batubara yang
mengandung sulfur yang rendah. Untuk batubara yang mengandung sulfur menengah
dan tinggi, endapan air laut merupakan sumber utama dari sulfur. Berlimpahnya
sulfur dalam batubara dikendalikan oleh tingkat air laut yang mempengaruhi
akumulasi gambut dan perubahan tempat atau lingkungan pengendapan (diagenesis
awal). Sulfat pada air laut berdisfusi ke dalam gambut dan mereduksi bakteri
anaerob. Reaksi spesies sulfur ini tereduksi di dalam air interstitial dengan
besi dan mineral sulfida (terutama pirit) dan senyawa sulfur organik (Chou,
2012).
Di lingkungan laut, tingkat keasaman (pH) umumnya berkisar antara 4–8 (netral–basa) dan potensial redoks (Eh) cukup
rendah, kecuali beberapa
centimeter dari permukaan. Sulfat berlimpah
dan
umumnya cukup banyak ion Fe yang hadir baik sebagai unsur terlarut dalam air laut atau penguraian dari bahan tumbuhan dan mineral (Price and Shieh, 1979 dalam Ryan, 1998). Keadaan ini menyebabkan aktivitas bakteri sangat berperan untuk terbentuknya
sulfur. Sedangkan lingkungan pengendapan pada air tawar pH umumnya rendah. Sulfat terlarut juga rendah,
sehingga sulfur yang terbentuk
sedikit karena
aktivitas bakteri rendah. Dengan demikian
jumlah sulfur yang dihasilkan tergantung pada
kondisi pH, Eh, konsentrasi sulfat dan untuk pirit perlu kehadiran ion Fe dan kehadiran
bakteri.
2.2.2
Jenis-jenis
Sulfur pada Batubara
Kandungan sulfur pada
batubara jumlahnya dapat bervariasi dan pada umumnya
bersifat heterogen sekalipun dalam satu seam
batubara yang sama. Batubara yang memiliki
kandungan sulfur total
sebanyak 3% atau lebih disebut sebagai batubara dengan kandungan sulfur tinggi sedangkan batubara
yang memiliki kandungan sulfur total antara 1%-3% disebut sebagai batubara dengan kandungan
sulfur menengah
dan batubara yang memiliki kandungan sulfur total kurang dari 1% disebut sebagai batubara dengan kandungan
sulfur rendah
(Wood et al, 1983). Walaupun
kandungan sulfur pada batubara rendah, sulfur merupakan elemen penting pada
batubara yang memengaruhi kualitas batubara. Sulfur yang terdapat pada batubara terbagi atas tiga
jenis (Mukherjee, 2001), yaitu:
1.
Sulfur Piritik (FeS2)
Sulfur piritik
memberikan
kontribusi besar terhadap kandungan sulfur pada batubara yaitu berjumlah 20 – 80% dari
total sulfur dan berasosiasi dengan abu batubara. Pirit dan markasit merupakan mineral sulfida yang paling umum dijumpai
pada batubara (Nursanto et al, 2011). Mineral pirit dan makasit sangat umum terbentuk pada
kondisi sedimentasi rawa (reduktif). Kedua jenis mineral ini memiliki komposisi kimia yang
sama (FeS2)
tetapi berbeda
pada sistem kristalnya. Pirit berbentuk isometrik
sedangkan markasit berbentuk orthorombik (Holuszko et al, 1992). Berdasarkan genesanya,
pirit pada batubara dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
a.
Pirit syngenetik, yaitu pirit yang terbentuk
selama proses penggambutan (peatification).
Pirit jenis ini biasanya berbentuk framboidal dengan butiran sangat halus dan tersebar
dalam material pembentuk batubara.
b.
Pirit epigenetik, yaitu pirit yang terbentuk setelah proses
pembatubaraan. Pirit jenis ini biasanya terendapkan dalam kekar, rekahan dan cleat pada batubara serta biasanya
bersifat masif. Umumnya pirit jenis ini dapat diamati sebagai pirit pengisi cleat pada batubara.
2.
Sulfur Organik
Sulfur organik
merupakan suatu elemen pada struktur makromolekul dalam batubara yang
kehadirannya secara parsial dikondisikan oleh kandungan dari elemen yang
berasal dari material tumbuhan asal. Dengan kondisi geokimia dan mikrobiologis
spesifik, sulfur anorganik dapat berubah menjadi sulfur organik. Umumnya sulfur
organik yang terdapat pada batubara sekitar 50% dari total sulfur (Casagrande & Lyli, 1979). Sulfur organik terikat secara
kimia dengan substansi atau zat-zat lain, biasanya berasosiasi dengan
konsentrasi sulfat selama proses pembatubaraan. Sulfur organik dapat
terakumulasi dari sejumlah material organik oleh proses penghancuran biokimia
dan oksidasi. Namun secara umum, penghancuran biokimia merupakan proses yang
paling penting dalam pembentukan sulfur organik, yang pembentukannya berjalan
lebih lambat pada lingkungan yang basah atau jenuh air. Sulfur organik terbentuk selama
terjadinya proses pembatubaraan
(coalification).
Sulfur organik terdapat dalam batubara dalam bentuk
senyawa thiols, sulfilda, disulfida dan thiophene (Tsai, 1982).
a. Thiols
Thiols adalah suatu
senyawa yang mengandung gugus fungsi yang terdiri dari atom sulfur dan atom
hidrogen (-SH). Thiols sebagai analog
sulfur dari gugus alkohol (-OH), gugus ini dirujuk baik sebagai gugus thiol ataupun gugus sulfhidril. Struktur
umum gugus fungsi thiols adalah
sebagai berikut:
Senyawa sulfur yang lebih kompleks dalam batubara
terdapat dalam bentuk tiophene dan
disulfida. Tiophene dan disulfida ini banyak terdapat dalam rantai hidrokarbon
panjang atau pada produk distilat pertengahan (middle distillate).
b.
Sulfida
Sulfur
yang terdapat dalam senyawa sulfida memiliki rumus, R-S-R. Contoh:
CH3-S-CH3 : Dimetil sulfida
C4H9-S-C4H9 :
Dibutil sulfida
c.
Disulfida
Sulfur
yang terdapat dalam senyawa disulfida memiliki rumus, R-S-S-R. Contoh:
CH3-S-S-CH3: Dimetil Disulfida
d.
Tiophene
Tiophene adalah senyawa
heterosiklik dengan rumus C4H4S. Struktur umum gugus
fungsi tiophene adalah:
3.
Sulfur Sulfat
Sulfat dalam
batubara sebagian
besar ditemui dalam bentuk mineral gipsum
(CaSO4), barit (BaSO4) dan kadang juga ditemui FeSO4 yang berasal dari pelapukan
pirit. Mineral
sodium sulfat seperti, thenardite (Na2SO4)
ditemukan dalam batubara yang merupakan hasil reduksi dari besi sulfat dengan
sodium yang berasosiasi dengan batubara (Chou, 2012). Sulfur sulfat dapat
berasal dari reaksi garam laut atau air payau yang mengisi lapisan dasar yang
jaraknya tidak jauh dan berada di atas atau di bawah lapisan batubara. Pada
umumnya kandungan sulfur organik lebih tinggi pada bagian bawah lapisan,
sedangkan kandungan sulfur piritik dan sulfat akan tinggi pada bagian atas dan
bagian bawah lapisan batubara. Kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat,
jumlahnya sangat kecil kecuali pada batubara yang terekspose dan teroksidasi. Gambar 2.1.
menjelaskan skema pembentukan sulfur pada batubara.
Gambar 2.1. Mekanisme pembentukan sulfur dalam batubara (Speight, 2013)
0 komentar:
Posting Komentar